JAKARTA, investortrust.id - Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo memastikan belum ada investor dari Timur Tengah yang segera masuk ke PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI). Emiten bersandi saham BRIS itu tengah menambah porsi kepemilikan saham publik.
“Private investor di Timur Tengah belum ada yang ideal. Jadi, sejauh ini lebih ke kenaikan free float,” kata pria yang akrab dipanggil Tiko itu pada acara DBS Asian Insights Conference 2024 di Jakarta, Selasa (21/5/2024).
Tiko mengungkapkan, pemerintah sudah memiliki saham Dwiwarna, sehingga BSI sejatinya sudah dimiliki negara. “Sudah ada saham Dwiwarna. Jadi sebenarnya efektif sudah dikontrol negara melalui saham Dwiwarna,” tutur dia.
Saham Dwiwarna adalah saham yang dimiliki khusus oleh Negara Republik Indonesia. Saham Dwiwarna memberikan kepada pemegangnya hak-hak istimewa, seperti menyetujui rapat umum pemegang saham, mengganti direksi dan komisaris, serta menyetujui perubahan permodalan perusahaan.
Sempat tersiar kabar investor Timur Tengah, Abu Dhabi Islamic Bank, menyiapkan sekitar US$ 1,1 miliar untuk mengakuisisi BSI.
Berdasarkan catatan investortrust.id, BSI sudah memenuhi aturan batas minimum free float (kepemilikan saham publik) sebesar 7,5%. Bahkan saat ini saham BSI yang dimiliki publik sudah hampir 10%, menyusul penerbitan saham baru untuk menambah modal (rights issue) yang dilakukan perseroan tahun lalu.
Saat itu, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk selaku pemegang saham BSI melepas sejumlah kepemilikannya ke publik, sehingga saham publik bertambah dari 5,5% menjadi sekitar 7%.
Sementara itu, data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan, pemilik saham BSI saat ini adalah BRI sebesar 15,38%, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar 51,47%, BNI 23,24%, Pemerintah Negara RI (1 saham Dwiwarna), dan masyarakat 9,87%.