JAKARTA, investortrust.id - Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia atau Indonesia Commodity & Derivates Exchange (ICDX) menyatakan sudah siap secara ekosistem untuk menambahkan komoditas logam, yakni nikel sebagai salah satu produk andalannya. Adapun, saat ini ICDX baru memiliki dua produk perdagangan logam yakni timah dan emas.
“Kami sebagai bursa sudah siap. Karena secara ekosistem, sudah
dipersiapkan untuk segala komoditi, termasuk dalam hal ini nikel,” ucap
Direktur Utama Indonesia Commodity Derivative Exchange (ICDX), Nursalam
menjawab investortrust.id, baru-baru ini.
Nursalam
mengatakan, secara teknikal, ICDX sudah memiliki sistem yang saling
terintegrasi. Sehingga, jikalau nanti pemerintah sudah memberikan mandat
untuk nikel ini, maka ICDX mengaku sudah amat siap.
Pernyataan serupa juga disampaikan Board Member of ICDX Group Fajar Wibhiyadi. Hal itu menurutnya tak terlepas dari bekal pengalaman panjang ICDX dalam urusan komoditas.
“Kami di ICDX Group sangat siap untuk menyonsong bagaimana nikel ini masuk ke bursa. Kami sangat siap menjadikan nikel menjadi komoditas yang akan masuk ke bursa,” ungkapnya.
Sebelumnya, Board Member ICDX Group Megain Widjaja mengatakan, ICDX
nantinya akan menjadi bursa pertama di ASEAN yang memiliki produk nikel.
Adapun penambahan produk nikel ini menurutnya, sudah didiskusikan cukup
lama. Karena ada satu hal dan lain maka ICDX memutuskan untuk melihat
waktu yang tepat, yakni pada pemerintahan baru.
“Tidak ada
kendala dengan pemerintahan yang lama, karena kan ada transisi antar
kebijakannya. Supaya juga nanti kami sudah siap kalau dipanggil,”
katanya di sela-sela Indonesia 2024 Critical Minerals Conference “The
Potential of Indonesia Metal Exchange (IME) to Drive Global Metal
Pricing Mechanism” di Jakarta, Selasa (11/6/2024).
Sementara
terkait target transaksi nikelnya, ia mengaku belum memiliki target yang
spesifik namun hal itu secara internal tengah dikaji. “Ini pertama kali
kami di public expose. Kami ada perhitungan sendiri yang kami lakukan. Yang pasti sejalan dengan pemerintah punya visi,” kata Megain.
Adapun
konsep perdagangannya, menurut Megain adalah kontrak fisik. Ia pun
mengaku, produk ini nantinya tidak akan menjadi saingan dari London
Metal Exchange (LME), melainkan menjadi pelengkap nantinya.
“Masing-masing market punya harga yang berbeda-beda dan ini saling berkolerasi, saling influence satu sama lain sehingga bisa membuat sebuah harga global,” ujarnya.
Seperti diketahui, nikel menjadi komoditas utama dari golongan
logam dan sangat penting baik bagi Indonesia dan bagi dunia. Indonesia
sendiri tercatat menyumbangkan 25% dari total kebutuhan nikel dunia.
Namun demikian, nikel merupakan komoditi yang tidak terbarukan.
“Yang
jelas nikel sebuah logam dasar yang sangat penting untuk transisi
energi Indonesia. Jadi harus diproduksi, harus dijaga, dan harus ada
tata niaga yang baik. Sehingga pemerintah tahu berapa yang keluar,
berapa pendapatan dan royaltinya,” ungkap Megain.
Adapun bursa
ini adalah kepanjangan tangan dari pemerintah yang memiliki kebijakan.
Diharapkan kisah sukses dari timah dapat direplikasikan ke komoditas
lain. Diharapkan juga ke depan pemerintah punya big data. Alhasil semua transaksi komoditas yang strategis dapat tercatat dengan baik dan bersifat real time.
Sementara
dari sisi harga, harga nikel dunia mengalami kenaikan empat bulan
berturut-turut sejak Februari sampai Mei 2024. Menurut data Bank Dunia,
pada Mei 2024 rata-rata harga nikel kadar minimal 99,8% di London Metal
Exchange (LME) sudah mencapai US$ 19.586,98 per ton atau turun 10,8% year on year.
Di mana dalam laporan Commodity Markets Outlook edisi April 2024, Bank
Dunia memproyeksikan harga nikel tahun ini akan berfluktuasi hingga
rata-ratanya berkisar US$ 17.000 per ton imbas kenaikan pasokan dari
Indonesia dan Tiongkok.