Berbalik, Asing Sudah Net Sell Saham Rp 0,53 Triliun Ytd, BI Tambah Likuiditas Rp 115 Triliun
2024-05-14 08:10:52

JAKARTA, investortrust.id – Dana asing terus mengalir keluar masif dari pasar saham domestik, hingga membuat akumulasi secara year to date pun sudah berbalik menjadi net sell Rp 0,53 triliun. Hal ini lantaran pada perdagangan Senin (13/5/2024), asing mencatatkan penjualan bersih menembus Rp 2,02 triliun di Bursa Efek Indonesia. Sementara itu, Bank Indonesia akan menambah likuiditas Rp 115 triliun hingga akhir 2024, lewat Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

 

Sepanjang Mei ini, asing mencatatkan penjualan bersih saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) senilai Rp 8,46 triliun month to date. “Dengan hari ini asing mencatatkan net sell saham senilai Rp 2.024,39 miliar, membuat akumulasi secara year to date sudah menjadi net sell Rp 530,74 miliar,” papar BEI dalam keterangan di Jakarta pada Senin (13/5/2024) sore.


 

 

Mei, Beli Bersih SBN Rp 8 T

Sementara itu, di pasar Surat Berharga Negara (SBN), data terbaru yang dirilis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) adalah transaksi pada Rabu (8/5/2024), sebelum libur panjang yang lalu. Berbeda arah dengan transaksi asing di pasar saham, nonresiden di pasar SBN melakukan beli neto Rp 2,49 triliun.

 

Alhasil, secara month to date, asing sudah mencatatkan pembelian bersih menembus Rp 8,07 triliun di SBN rupiah yang dapat diperdagangkan hingga Rabu lalu. Namun, secara year to date asing masih mencatatkan penjualan bersih Rp 44,11 triliun hingga Rabu lalu.

 

 

Perkembangan transaksi neto oleh asing di SBN rupiah yang dapat diperdagangkan, hingga 8 Mei 2024. Infografis: Riset Investortrust.id.

 

 

 

Penambahan Likuiditas

Sementara itu, Kepala Ekonom BCA David Sumual mengatakan, kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI) ada pengaruhnya terhadap likuiditas. Tapi, di sisi lain, BI memberikan insentif KLM berupa penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) untuk perbankan yang menyalurkan kredit ke beberapa sektor prioritas.

 

“Insentif diberikan terkait (seperti kredit ke sektor) hilirisasi, perumahan, otomotif, UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), pariwisata, dan lain-lain. Hal ini juga berperan mendukung likuiditas perbankan tetap terjaga,” kata Sumual, kepada investortrust.id, Senin (13/5/2024).

 

Sumual mengatakan juga, imbal hasil Surat Berharga Negara RI juga relatif lebih stabil, walaupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) cenderung naik. 

Sedangkan Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Nugroho Joko Prastowo mengatakan, dalam upaya meningkatkan likuiditas perbankan di dalam negeri, BI telah memperluas pemberian insentif KLM. "Sampai saat ini, pencapaian insentif likuiditas mencapai 3,4% dengan tambahan likuiditas sebesar Rp 81 triliun, dari Rp 165 triliun menjadi Rp 246 triliun, dari saat penerapan awal di Oktober 2023 hingga Maret 2024. Pencapaian insentif likuiditas KLM hingga akhir 2024 diprakirakan mencapai 3,6% dengan tambahan likuiditas Rp 115 triliun, sehingga menjadi Rp 280 triliun," tutur Joko.

 

Ia menjelaskan lebih lanjut, BI menjamin likuiditas tetap moncer kendati otoritas moneter aktif melakukan intervensi pasar untuk menstabilkan rupiah, di tengah aliran dana asing cenderung keluar dari pasar keuangan RI. Intervensi ini di antaranya dengan penerbitan SRBI dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI).

 

"Saat ini, likuiditas perbankan tinggi yang ditunjukkan indikator Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK). Indikator AL/DPK dapat berbentuk SBN dan instrumen operasi moneter BI. Jika bank membutuhkan likuiditas untuk penyaluran kredit, bank tinggal merepokan atau tidak memperpanjang penempatannya," kata Joko kepada Invesortrust, Senin (13/5/2024).

 


Kemudian, dia mengatakan, tujuan penerbitan instrumen intervensi pasar -- seperti SRBI dan SVBI -- adalah untuk menarik foreign capital inflow atau likuiditas asing. Lebih lanjut, hal tersebut ditegaskan Joko sebagai upaya memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah yang saat ini tengah menghadapi tekanan lantaran menguatnya indeks dolar Amerika Serikat.

 

"Termasuk menaikkan BI rate kemarin untuk menjaga daya saing penempatan di dalam negeri atau interest rate differential," ucap Joko.

BI rate dinaikkan 25 bps menjadi 6,25%. Sementara itu, Fed funds rate masih bertahan di 5,25%-5,50%.



Bagikan :

Anda Mungkin Menyukai Ini :
Penerbitan Perdana Obligasi Paradise Indonesia ( ...

2025-01-10 08:05:03

Selengkapnya

Hapus Marketplace Fisik, BEI Tanyakan Soal Dana ...

2025-01-10 08:03:50

Selengkapnya

Raja Roti Cemerlang Bidik Peningkatan Penjualan ...

2025-01-10 08:02:30

Selengkapnya